RETURN DAN RESIKO DALAM KEUANGAN
ISLAM
1.
Pengertian
Return dan Resiko
Resiko merupakan sesuatu yang
akan diterima atau ditanggung oleh seseorang sebagai konsekuensi atau akibat
dari suatu tindakan. Resiko adalah kesempatan atau kemungkinan timbulnya kerugian.
Resiko adalah ketidakpatian. Resiko adalah penyimpangan hasil aktual dai hasil
yang diharapkan. Resiko adalah hasil yang berbeda dari yang diharapkan. Return
merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Arti investasi itu sendiri
adalah suatu kegiatan menempatkan dana pada satu atau lebih aktiva selama
periode tertentu dengan harapan dapat memperoleh penghasilan dan atau
peningkatan nilai investasi (Harianto dan sudomo, 1998:2). Definisi investasi
tersebut menurut Antonio (2001:59) perlu dibedaan dengan membungakan uang.
Investasi adalah kegatan usaha yang mengandung resiko karena berhadapan dengan
unsur ketidakpastian sehingga perolehan kembaliannya atau return tidak pasti
dan tidak tetap. Sedangkan membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang
mengandung resiko karena perolehan kembaliannya berupa bunga yang relative
pasti dan tetap.
Resiko dan Return Aktiva Tunggal
Paling tidak terdapat dua jenis
model yang digunakan untuk mengukur resiko dan return, baik pada aktiva
tunggal, sekumpulan aktiva yang membentuk portofolio maupun portofolio optimal,
yaitu model Markowitz dan model indeks tunggal.
I. Resiko dan Return Markowitz
Return merupakan hasil yang
diperoleh dari investasi. Return dapat berupa return yang sudah terjadi atau berupa
return ekspektasi yang belum terjadi, tetapi yang diharapkan akan terjadi pada
masa mendatang return realisasi dihitung berdasarkan data historis yang berguna
sebagai dasar penentuan return ekspektasi dan resiko pada masa mendatang.
Return ekspektasi merupakan return yang diharapkan akan
diperoleh investor pada masa mendatang.
II. Resiko dan return model indeks
tunggal
Model indeks tunggal yang
dikembangkan William Sharpe menyatakan bahwa tingkat return suatu sekuritas
dipengaruhi oleh perubahan pasar.
Ada dua aspek yang perlu
dipertimbangkan oleh manejemen keuangan dalam pengambilan keputusan yaitu
tingkat pengembalian (return) dan resiko (risk) keputusan keuangan
tersebut. Tingkat pengembalian adalah imbalan yang diharapkan diperoleh dimasa
mendatang, sedangan resiko adalah sebagai ketidakpastian dari imbalan yang
diharapkan.
Suatu keputusan keuangan yang
lebih beresiko tentu diharpkan memberikan imbalan yang lebuh besar, yang dalam
keuangan dikenal dengan istilah “high risk high return”.
2.
Macam-macam
Risiko
1. Risiko Antarfungsi
Fungsi dalam mananjemen menurut Harimukti Subanar meliputi
fungsi pemasaran, keuangan, produksi dan personalia.
a)
Risiko
Fungsi Pemasaran
Variable pemasaran yang dapat dimanfaatkan agar mampu dicapai tingkat
penjualan yang diinginkan.
b)
Risiko
Fungsi Keuangan
Berbagai risiko keuangan yang terjadi meliputi kas dan tingkat
bunga.
c)
Risiko
Fungsi Produksi
Risiko fungsi produksi meliputi persediaan, mutu, mesin dan
karyawan.
2. Risiko Intern
Yang menjadi masalah besar pada risiko intern ialah menyangkut
perilaku dan kebiasaan pengusaha sendiri yang tidak menunjukkan sikap
kepemimpinan.
3. Risiko Ekstern
Dalam risiko ekstern yang perlu untuk dicermati sebagai factor yang
tidak terkendalikan dan lebih banyak terkesan variatifnya dibanding saat
realisasi dan implementasi dari program maupun rencana perusahaan yang
sebenarnya.
3.
Hubungan
antara Risiko dan Tingkat Pengembalian
Di dalam pasar uang di mana saham
dan obligasi di jual, para pemakai uang, seperti perusahaan yang melakukan
investasi harus bersaing satu sama lain dalam mencari modal. Untuk memperoleh
pembiayaan atas proyek yang akan bermanfaat bagi pemegang saham perusahaan,
perusahaan harus menawarkan kepada investor, tingkat pengembalian yang mampu
bersaing dengan alternatif investasi lain yang tersedia bagi investor tersebut.
Tingkat pengembalian dari alternatif investasi terbaik berikutnya ini dikenal
sebagai biaya kesempatan dana (opportunity cost of fund). Dalam menjalankan
sebuah bisnis, perusahaan kecil lebih berisiko dalam tingkat pengembalian dari
pada perusahaan besar. dikarenakan pengalaman bisnis perusahaan kecil
mengandung risiko operasi yang lebih besar , mereka lebih sensitif terhadap
kecenderungan bisnis yang menurun dan beberapa beroperasi dalam pasar yang
kecil dengan cepat muncul dan kemudian dengan cepat berlalu. Selain itu
perusahaan kecil mengandalkan pembiayaan melalui utang dibandingkan perusahaan
yang besar. Perbedaan ini menciptakan variabilitas yang lebih pada jumlah laba
dan arus kas, yang diartikan sebagai risiko yang lebih besar. Dengan memikirkan
forgoing (kehilangan peluang yang lebih baik), kita harus mengharapkan adanya
tingkat pengembalian yang berbeda untuk pemilik dari berbagai surat-surat
berharga tersebut. Jika pasar menghargai investor atas risiko yang
ditanggungnya, maka tingkat pengembalian harus meningkat mengikuti peningkatan
risiko.
4.
Konsep
Tingkat Pengembalian yang Diinginkan
Tingkat pengembalian yang diinginkan
investor dapat diartikan sebagai tingkat pengembalian minimum yang diperlukan
untuk menarik investor agar membeli atau memegang surat-surat berharga
tertentu. Definisi ini mempertimbangkan biaya kesempatan investor dalam
melakukan investasi yang artinya jika suatu investasi dilakukan maka investor
harus melepaskan pengembalian yang diperoleh dari investasi alternative terbaik
berikutnya. Pengembalian yang dilepas tersebut dinamakan biaya kesempatan dana
dan sebagai konsekuensinya merupakan tingkat pengembalian yang diinginkan
investor. Dengan kata lain, kita berinvestasi dengan harapan untuk mendapatkan
tingkat pengembalian yang memadai bagi investor. Investasi akan dilakukan hanya
jika harga pembelian cukup rendah bila dibandingkan dengan arus kas masa depan
yang diinginkan sehingga dapat menyediakan tingkat pengembalian yang lebih
besar atau sama dengan tingkat pengembalian yang kita inginkan. Untuk membantu
memahami sifat alami tingkat pengembalian yang diinginkan investor, kita dapat
memisahkan tingkat pengembalian ke dalam komponen dasarnya: tingkat
pengembalian bebas risiko ditambah premi risiko yang dinyatakan dalam
persamaan:
K = Krf +Krp
Di mana K = tingkat pengembalian yang diinginkan investor
Krf =
tingkat pengembalian bebas risiko
Krp =
premi risiko
Tingkat pengembalian bebas risiko (Krf ) merupakan imbalan atas keputusan
menunda konsumsi dan bukan karena risiko yang kita tanggung artinya
pengembalian bebas risiko mencerminkan kenyataan dasar bahwa kita berinvestasi
hari ini agar kita dapat mengkonsumsi lebih banyak di kemudian hari. Dengan
sendirinya tingkat bebas risiko atau tingkat diskonto harus hanya digunakan
sebagai tingkat pengembalian yang diinginkan, untuk investasi yang tidak
berisiko. Biasanya, ukuran kita untuk tingkat bebas risiko adalah sebesar
tingkat pengembalian atas surat-surat berharga pemerintah AS. Premi risiko
(Krp) merupakan tingkat pengembalian yang kita harapkan untuk dapat diterima
karena risiko yang ditanggung. Semakin tinggi tingkatan risiko, maka kita akan
menuntut tambahan pengembalian yang diinginkan. Walaupun kita akan atau tidak
akan bisa menerima pengembalian tambahan ini, kita harus mempunyai alasan untuk
mengharapkan penambahan tersebut.
5.
Konsep
resiko dalam islam
Dalam usahanya mencari nafkah,
seorang muslim dihadapkan pada kondisi ketidakpastian terhadap apa yang
terjadi. Kita boleh saja merencanakan suatu kegiatan usaha atau investasi,
namun kita tidak bisa memastikan apa yang akan kita dapatkan dari hasil
investasi tersebut, apakah untung atau rugi. Hal ini merupakan sunnatullah atau
ketentuan Allah seperti yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw, 1400an tahun
yang silam dalam Surat Luqman ayat 34 berikut:
“…dan tidak seorangpun yang dapat mengetahui dengan pasti apa-apa
yang diusahakannya esok.. “ [QS Luqman: 34]
Ayat tersebut menjadi dasar pemikiran konsep risiko dalam Islam,
khususnya kegiatan usaha dan investasi. Selanjutnya dalam surat Al Hasyr ayat
18, Allah berfirman:
“Hai orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. “ [QS. Al Hasyr : 18]
Ayat Al-Quran tersebut antara lain menegaskan tentang adanya
ketidakpastian menyangkut sesuatu pada masa depan dan manusia tidak dapat
mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok atau yang akan
diperolehnya. Namun demikian, manusia diwajibkan untuk tetap berusaha. Unit
ekonomi ketika dihadapkan dengan ketidakpastian berusaha melakukan spekulasi,
memprediksi, atau memahami masa depan dengan informasi yang tersedia dan alat
pemproses informasi tersebut.
Secara natural, dalam kegiatan
usaha, di dunia ini tidak ada seorangpun yang menginginkan usaha atau
investasinya mengalami kerugian. Bahkan dalam tingkat makro, sebuah negara juga
mengharapkan neraca perdagangannya yang positif. Kaidah syariah tentang imbal
hasil dan risiko adalah Al ghunmu bil ghurmi, artinya risiko akan selalu
menyertai setiap ekspektasi return atau imbal hasil.
Al ghunmu bil ghurmi, yaitu risiko
akan selalu menyertai setiap ekspektasi return atau imbal hasil. (risk goes
along return).Dalil al kharaj bi al dlaman merupakan dasar pada semua bentuk
kontrak keuangan dalam hukum islam. Rumusan atau dalil tersebut dalam arti yang
sederhana mensyaratkan bahwa manfaat (return) dan kewajiban (resiko) berjalan
secara bersama-sama.
Bagaimana lembaga keungan syariah
menyikapi persoalan risiko dan spekulasi dalam berivestasi ? Risiko yang dalam
ekonomi islam disebut gharar secara etimologi bermakna kekhawatiran atau
risiko, dan gharar berarti juga menghadapi suatu kecelakaan, kerugian, dan atau
kebinasaan Dan taghrir adalah melibatkan diri dalam sesuatu yang gharar.
Dikatakan gharara binafsihi wa maalihi taghriran berarti 'aradhahuma lilhalakah
min ghairi an ya'rif (jika seseorang melibatkan diri dan hartanya dalam kancah
gharar maka itu berarti keduanya telah dihadapkan kepada suatu kebinasaan yang
tidak diketahui olehnya). Gharar juga dikatakan sebagai sesuatu yang bersifat
ketidakyakinan (uncertainty). Jual-beli gharar berarti sebuah jual-beli yang
mengandung unsur ketidaktahuan atau ketidakpastian (jahalah) antara dua pihak
yang bertransaksi, atau jual-beli sesuatu yang obyek akad tidak diyakini dapat
diserahkan.
Dalam bahasa Arab, gharar diterjemahkan sebagai risiko, sesuatu yang tidak pasti, atau ketidakpastian (uncertainty), sebagaimana Rasulullah saw. bersabda, Janganlah kalian membeli ikan di dalam air (laut), karena perbuatan semacam itu termasuk gharar ( tidak pasti). (HR. Ahmad). Ibnu Taymiyah dan Ibnu Qayyim, menjelaskan gharar sebagai " things with unknownfate, so selling such things is maysir or gambling ". Dengan demikian, transaksi jual-beli sesuatu yang tidak pasti (gharar) tersebut dilarang dalam Islam, karena termasuk kategori perbuatan maysir atau perjudian (spekulasi).
Dalam bahasa Arab, gharar diterjemahkan sebagai risiko, sesuatu yang tidak pasti, atau ketidakpastian (uncertainty), sebagaimana Rasulullah saw. bersabda, Janganlah kalian membeli ikan di dalam air (laut), karena perbuatan semacam itu termasuk gharar ( tidak pasti). (HR. Ahmad). Ibnu Taymiyah dan Ibnu Qayyim, menjelaskan gharar sebagai " things with unknownfate, so selling such things is maysir or gambling ". Dengan demikian, transaksi jual-beli sesuatu yang tidak pasti (gharar) tersebut dilarang dalam Islam, karena termasuk kategori perbuatan maysir atau perjudian (spekulasi).
Bisnis adalah pengambilan risiko,
karena risiko selalu terdapat dalam aktivitas ekonomi, sebagaimana prinsip
dasar dalam bisnis, yaitu no risk, no return. Selain karena alasan riba,
prinsip ini juga membawa implikasi penolakan terhadap bunga dalam pinjaman.
Jika secara sederhana risiko disamakan dengan ketidakpastian (gharar) dan
dilarang, maka hal ini akan menjadi rumit. Karenanya menjadi penting untuk
melakukan upaya pembedaan dan penajaman pengertian tentang gharar atau risiko
ketidakpastian (uncertainty) tersebut. Al-Suwailem (1999) membedakan risiko
menjadi dua tipe, yaitu risiko pasif dan risiko responsif. Risiko pasif,
seperti game of chance, hanya mengandalkan kepada faktor keberuntungan;
sedangkan Risiko responsif, seperti game of skill, memungkinkan adanya
distribusi probabilitas hasil keluaran (outcomes) dengan hubungan kausalitas
yang logis.
Ketidakpastian secara intrinsik
terkandung dalam setiap aktivitas ekonomi, tetapi ketidakpastian kejadian
tersebut akan selalu mengikuti asas kausalitas yang logis yang dapat
mempengaruhi probabilitasnya. Hal ini berarti bahwa mencari keuntungan hanya
dengan mengandalkan keberuntungan (chance) saja, seperti membeli lotere, akan
menimbulkan dilusi atau pengharapan yang salah, sehingga telah pasti merupakan
suatu transaksi yang gharar dan dilarang.
Dari beberapa penjelasan tersebut
diatas, maka dapat ditarik pengertian bahwa sebuah transaksi yang gharar dapat
timbul karena dua sebab utama, yaitu pertama, adalah kurangnya pengetahuan atau
informasi (jahala, ignorance) pada pihak yang melakukan kontrak (aqd). Kedua,
adalah karena tidak adanya obyek; Namun dalam hal ini ada pula yang membolehkan
transaksi dengan obyek yang secara aktual belum ada, dengan diiringi syarat
bahwa pihak yang melakukan transaksi memiliki kemampuan manajemen untuk mampu
memastikannya di masa depan.
Terkait dengan spekulasi , kegiatan
spekulasi tidak berbeda dengan kegiatan mengambil risiko (risk taking action)
yang biasa dilakukan oleh pelaku bisnis atau investor. Ada yang membedakan
spekulan dengan pelaku bisnis (investor) dari derjat ketidak pastian yang
dihadapinya. Spekulan berani menghadapi sesuatu yang derajat ketidakpastiannya
tinggi tanpa perhitungan, sedangkan pelaku bisnis (investor) senantiasa
menghitung-hitung risiko dengan return yang diterimanya. Spekulan adalah game
of chance sedangkan bisnis game of skill. Seorang dianggap spekulatif apabila
ia ditenggarai memiliki motif memanfaatkan ketidak pastian tersebut untuk
keuntungan jangka pendek.
Pertanyaannya sekarang bagaimana
meredam spekulasi ? Spekulasi dilarang bukan karena ketidakpastian yang ada
dihadapannya, melainkan cara orang mempergunakan ketidak pastian tersebut.
Manakala Ia meninggalkan sense of responsibility dan rule of law nya untuk
memperoleh keuntungan semata dari adanya ketidakpastian, itulah yang dilarang
dalam konsep gharar dan maysir dalam Islam .
Al gharar dan maysir sendiri adalah
konsep yang sangat berkaitan dengan mudharat, negative result, atau bahaya
(hazard). Terakhir untuk kita renungkan bersama Wasiat Rasulullah Muhammad SAW
dalam salah satu sabda beliau : " Segala sesuatu yang halal dan haram
telah jelas, tetapi diantara keduanya terdapat hal-hal-hal yang samar dan tidak
diketahui oleh kebanyakan orang. Barang siapa berhati-hati terhadap hal-hal
yang meragukan, berarti telah menjaga agama dan kehormatan dirinya... "
(HR : Bukhari-Muslim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar