Jumat, 23 Oktober 2015

RETURN DAN RESIKO DALAM KEUANGAN ISLAM

RETURN DAN RESIKO DALAM KEUANGAN ISLAM

1.      Pengertian Return dan Resiko
Resiko merupakan sesuatu yang akan diterima atau ditanggung oleh seseorang sebagai konsekuensi atau akibat dari suatu tindakan. Resiko adalah kesempatan atau kemungkinan timbulnya kerugian. Resiko adalah ketidakpatian. Resiko adalah penyimpangan hasil aktual dai hasil yang diharapkan. Resiko adalah hasil yang berbeda dari yang diharapkan. Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Arti investasi itu sendiri adalah suatu kegiatan menempatkan dana pada satu atau lebih aktiva selama periode tertentu dengan harapan dapat memperoleh penghasilan dan atau peningkatan nilai investasi (Harianto dan sudomo, 1998:2). Definisi investasi tersebut menurut Antonio (2001:59) perlu dibedaan dengan membungakan uang. Investasi adalah kegatan usaha yang mengandung resiko karena berhadapan dengan unsur ketidakpastian sehingga perolehan kembaliannya atau return tidak pasti dan tidak tetap. Sedangkan membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung resiko karena perolehan kembaliannya berupa bunga yang relative pasti dan tetap.
Resiko dan Return Aktiva Tunggal
Paling tidak terdapat dua jenis model yang digunakan untuk mengukur resiko dan return, baik pada aktiva tunggal, sekumpulan aktiva yang membentuk portofolio maupun portofolio optimal, yaitu model Markowitz dan model indeks tunggal.
  I.            Resiko dan Return Markowitz
Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return dapat berupa return yang sudah terjadi atau berupa return ekspektasi yang belum terjadi, tetapi yang diharapkan akan terjadi pada masa mendatang return realisasi dihitung berdasarkan data historis yang berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi dan resiko pada masa mendatang.
Return ekspektasi merupakan return yang diharapkan akan diperoleh investor pada masa mendatang.
  II.            Resiko dan return model indeks tunggal
Model indeks tunggal yang dikembangkan William Sharpe menyatakan bahwa tingkat return suatu sekuritas dipengaruhi oleh perubahan pasar.

Ada dua aspek yang perlu dipertimbangkan oleh manejemen keuangan dalam pengambilan keputusan yaitu  tingkat pengembalian (return) dan resiko (risk) keputusan keuangan tersebut. Tingkat pengembalian adalah imbalan yang diharapkan diperoleh dimasa mendatang, sedangan resiko adalah sebagai ketidakpastian dari imbalan yang diharapkan.
Suatu keputusan keuangan yang lebih beresiko tentu diharpkan memberikan imbalan yang lebuh besar, yang dalam keuangan dikenal dengan istilah “high risk high return”.

2.      Macam-macam Risiko

1.      Risiko Antarfungsi
Fungsi dalam mananjemen menurut Harimukti Subanar meliputi fungsi pemasaran, keuangan, produksi dan personalia.
a)      Risiko Fungsi Pemasaran
Variable pemasaran yang dapat dimanfaatkan agar mampu dicapai tingkat penjualan yang diinginkan.
b)      Risiko Fungsi Keuangan
Berbagai risiko keuangan yang terjadi meliputi kas dan tingkat bunga.
c)      Risiko Fungsi Produksi
Risiko fungsi produksi meliputi persediaan, mutu, mesin dan karyawan.
2.      Risiko Intern
Yang menjadi masalah besar pada risiko intern ialah menyangkut perilaku dan kebiasaan pengusaha sendiri yang tidak menunjukkan sikap kepemimpinan.
3.      Risiko Ekstern
Dalam risiko ekstern yang perlu untuk dicermati sebagai factor yang tidak terkendalikan dan lebih banyak terkesan variatifnya dibanding saat realisasi dan implementasi dari program maupun rencana perusahaan yang sebenarnya.

3.      Hubungan antara Risiko dan Tingkat Pengembalian
Di dalam pasar uang di mana saham dan obligasi di jual, para pemakai uang, seperti perusahaan yang melakukan investasi harus bersaing satu sama lain dalam mencari modal. Untuk memperoleh pembiayaan atas proyek yang akan bermanfaat bagi pemegang saham perusahaan, perusahaan harus menawarkan kepada investor, tingkat pengembalian yang mampu bersaing dengan alternatif investasi lain yang tersedia bagi investor tersebut. Tingkat pengembalian dari alternatif investasi terbaik berikutnya ini dikenal sebagai biaya kesempatan dana (opportunity cost of fund). Dalam menjalankan sebuah bisnis, perusahaan kecil lebih berisiko dalam tingkat pengembalian dari pada perusahaan besar. dikarenakan pengalaman bisnis perusahaan kecil mengandung risiko operasi yang lebih besar , mereka lebih sensitif terhadap kecenderungan bisnis yang menurun dan beberapa beroperasi dalam pasar yang kecil dengan cepat muncul dan kemudian dengan cepat berlalu. Selain itu perusahaan kecil mengandalkan pembiayaan melalui utang dibandingkan perusahaan yang besar. Perbedaan ini menciptakan variabilitas yang lebih pada jumlah laba dan arus kas, yang diartikan sebagai risiko yang lebih besar. Dengan memikirkan forgoing (kehilangan peluang yang lebih baik), kita harus mengharapkan adanya tingkat pengembalian yang berbeda untuk pemilik dari berbagai surat-surat berharga tersebut. Jika pasar menghargai investor atas risiko yang ditanggungnya, maka tingkat pengembalian harus meningkat mengikuti peningkatan risiko.

4.      Konsep Tingkat Pengembalian yang Diinginkan
Tingkat pengembalian yang diinginkan investor dapat diartikan sebagai tingkat pengembalian minimum yang diperlukan untuk menarik investor agar membeli atau memegang surat-surat berharga tertentu. Definisi ini mempertimbangkan biaya kesempatan investor dalam melakukan investasi yang artinya jika suatu investasi dilakukan maka investor harus melepaskan pengembalian yang diperoleh dari investasi alternative terbaik berikutnya. Pengembalian yang dilepas tersebut dinamakan biaya kesempatan dana dan sebagai konsekuensinya merupakan tingkat pengembalian yang diinginkan investor. Dengan kata lain, kita berinvestasi dengan harapan untuk mendapatkan tingkat pengembalian yang memadai bagi investor. Investasi akan dilakukan hanya jika harga pembelian cukup rendah bila dibandingkan dengan arus kas masa depan yang diinginkan sehingga dapat menyediakan tingkat pengembalian yang lebih besar atau sama dengan tingkat pengembalian yang kita inginkan. Untuk membantu memahami sifat alami tingkat pengembalian yang diinginkan investor, kita dapat memisahkan tingkat pengembalian ke dalam komponen dasarnya: tingkat pengembalian bebas risiko ditambah premi risiko yang dinyatakan dalam persamaan:

K = Krf +Krp
Di mana K = tingkat pengembalian yang diinginkan investor
            Krf = tingkat pengembalian bebas risiko
            Krp = premi risiko
            Tingkat pengembalian bebas risiko (Krf ) merupakan imbalan atas keputusan menunda konsumsi dan bukan karena risiko yang kita tanggung artinya pengembalian bebas risiko mencerminkan kenyataan dasar bahwa kita berinvestasi hari ini agar kita dapat mengkonsumsi lebih banyak di kemudian hari. Dengan sendirinya tingkat bebas risiko atau tingkat diskonto harus hanya digunakan sebagai tingkat pengembalian yang diinginkan, untuk investasi yang tidak berisiko. Biasanya, ukuran kita untuk tingkat bebas risiko adalah sebesar tingkat pengembalian atas surat-surat berharga pemerintah AS. Premi risiko (Krp) merupakan tingkat pengembalian yang kita harapkan untuk dapat diterima karena risiko yang ditanggung. Semakin tinggi tingkatan risiko, maka kita akan menuntut tambahan pengembalian yang diinginkan. Walaupun kita akan atau tidak akan bisa menerima pengembalian tambahan ini, kita harus mempunyai alasan untuk mengharapkan penambahan tersebut.

5.      Konsep resiko dalam islam
Dalam usahanya mencari nafkah, seorang muslim dihadapkan pada kondisi ketidakpastian terhadap apa yang terjadi. Kita boleh saja merencanakan suatu kegiatan usaha atau investasi, namun kita tidak bisa memastikan apa yang akan kita dapatkan dari hasil investasi tersebut, apakah untung atau rugi. Hal ini merupakan sunnatullah atau ketentuan Allah seperti yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw, 1400an tahun yang silam dalam Surat Luqman ayat 34 berikut:
…dan tidak seorangpun yang dapat mengetahui dengan pasti apa-apa yang diusahakannya esok.. “ [QS Luqman: 34]
Ayat tersebut menjadi dasar pemikiran konsep risiko dalam Islam, khususnya kegiatan usaha dan investasi. Selanjutnya dalam surat Al Hasyr ayat 18, Allah berfirman:
Hai orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. “ [QS. Al Hasyr : 18]
Ayat Al-Quran tersebut antara lain menegaskan tentang adanya ketidakpastian menyangkut sesuatu pada masa depan dan manusia tidak dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok atau yang akan diperolehnya. Namun demikian, manusia diwajibkan untuk tetap berusaha. Unit ekonomi ketika dihadapkan dengan ketidakpastian berusaha melakukan spekulasi, memprediksi, atau memahami masa depan dengan informasi yang tersedia dan alat pemproses informasi tersebut.
Secara natural, dalam kegiatan usaha, di dunia ini tidak ada seorangpun yang menginginkan usaha atau investasinya mengalami kerugian. Bahkan dalam tingkat makro, sebuah negara juga mengharapkan neraca perdagangannya yang positif. Kaidah syariah tentang imbal hasil dan risiko adalah Al ghunmu bil ghurmi, artinya risiko akan selalu menyertai setiap ekspektasi return atau imbal hasil.
Al ghunmu bil ghurmi, yaitu risiko akan selalu menyertai setiap ekspektasi return atau imbal hasil. (risk goes along return).Dalil al kharaj bi al dlaman merupakan dasar pada semua bentuk kontrak keuangan dalam hukum islam. Rumusan atau dalil tersebut dalam arti yang sederhana mensyaratkan bahwa manfaat (return) dan kewajiban (resiko) berjalan secara bersama-sama.
Bagaimana lembaga keungan syariah menyikapi persoalan risiko dan spekulasi dalam berivestasi ? Risiko yang dalam ekonomi islam disebut gharar secara etimologi bermakna kekhawatiran atau risiko, dan gharar berarti juga menghadapi suatu kecelakaan, kerugian, dan atau kebinasaan Dan taghrir adalah melibatkan diri dalam sesuatu yang gharar. Dikatakan gharara binafsihi wa maalihi taghriran berarti 'aradhahuma lilhalakah min ghairi an ya'rif (jika seseorang melibatkan diri dan hartanya dalam kancah gharar maka itu berarti keduanya telah dihadapkan kepada suatu kebinasaan yang tidak diketahui olehnya). Gharar juga dikatakan sebagai sesuatu yang bersifat ketidakyakinan (uncertainty). Jual-beli gharar berarti sebuah jual-beli yang mengandung unsur ketidaktahuan atau ketidakpastian (jahalah) antara dua pihak yang bertransaksi, atau jual-beli sesuatu yang obyek akad tidak diyakini dapat diserahkan.
Dalam bahasa Arab, gharar diterjemahkan sebagai risiko, sesuatu yang tidak pasti, atau ketidakpastian (uncertainty), sebagaimana Rasulullah saw. bersabda, Janganlah kalian membeli ikan di dalam air (laut), karena perbuatan semacam itu termasuk gharar ( tidak pasti). (HR. Ahmad). Ibnu Taymiyah dan Ibnu Qayyim, menjelaskan gharar sebagai " things with unknownfate, so selling such things is maysir or gambling ". Dengan demikian, transaksi jual-beli sesuatu yang tidak pasti (gharar) tersebut dilarang dalam Islam, karena termasuk kategori perbuatan maysir atau perjudian (spekulasi).
Bisnis adalah pengambilan risiko, karena risiko selalu terdapat dalam aktivitas ekonomi, sebagaimana prinsip dasar dalam bisnis, yaitu no risk, no return. Selain karena alasan riba, prinsip ini juga membawa implikasi penolakan terhadap bunga dalam pinjaman. Jika secara sederhana risiko disamakan dengan ketidakpastian (gharar) dan dilarang, maka hal ini akan menjadi rumit. Karenanya menjadi penting untuk melakukan upaya pembedaan dan penajaman pengertian tentang gharar atau risiko ketidakpastian (uncertainty) tersebut. Al-Suwailem (1999) membedakan risiko menjadi dua tipe, yaitu risiko pasif dan risiko responsif. Risiko pasif, seperti game of chance, hanya mengandalkan kepada faktor keberuntungan; sedangkan Risiko responsif, seperti game of skill, memungkinkan adanya distribusi probabilitas hasil keluaran (outcomes) dengan hubungan kausalitas yang logis.
Ketidakpastian secara intrinsik terkandung dalam setiap aktivitas ekonomi, tetapi ketidakpastian kejadian tersebut akan selalu mengikuti asas kausalitas yang logis yang dapat mempengaruhi probabilitasnya. Hal ini berarti bahwa mencari keuntungan hanya dengan mengandalkan keberuntungan (chance) saja, seperti membeli lotere, akan menimbulkan dilusi atau pengharapan yang salah, sehingga telah pasti merupakan suatu transaksi yang gharar dan dilarang.
Dari beberapa penjelasan tersebut diatas, maka dapat ditarik pengertian bahwa sebuah transaksi yang gharar dapat timbul karena dua sebab utama, yaitu pertama, adalah kurangnya pengetahuan atau informasi (jahala, ignorance) pada pihak yang melakukan kontrak (aqd). Kedua, adalah karena tidak adanya obyek; Namun dalam hal ini ada pula yang membolehkan transaksi dengan obyek yang secara aktual belum ada, dengan diiringi syarat bahwa pihak yang melakukan transaksi memiliki kemampuan manajemen untuk mampu memastikannya di masa depan.
Terkait dengan spekulasi , kegiatan spekulasi tidak berbeda dengan kegiatan mengambil risiko (risk taking action) yang biasa dilakukan oleh pelaku bisnis atau investor. Ada yang membedakan spekulan dengan pelaku bisnis (investor) dari derjat ketidak pastian yang dihadapinya. Spekulan berani menghadapi sesuatu yang derajat ketidakpastiannya tinggi tanpa perhitungan, sedangkan pelaku bisnis (investor) senantiasa menghitung-hitung risiko dengan return yang diterimanya. Spekulan adalah game of chance sedangkan bisnis game of skill. Seorang dianggap spekulatif apabila ia ditenggarai memiliki motif memanfaatkan ketidak pastian tersebut untuk keuntungan jangka pendek.
Pertanyaannya sekarang bagaimana meredam spekulasi ? Spekulasi dilarang bukan karena ketidakpastian yang ada dihadapannya, melainkan cara orang mempergunakan ketidak pastian tersebut. Manakala Ia meninggalkan sense of responsibility dan rule of law nya untuk memperoleh keuntungan semata dari adanya ketidakpastian, itulah yang dilarang dalam konsep gharar dan maysir dalam Islam .
Al gharar dan maysir sendiri adalah konsep yang sangat berkaitan dengan mudharat, negative result, atau bahaya (hazard). Terakhir untuk kita renungkan bersama Wasiat Rasulullah Muhammad SAW dalam salah satu sabda beliau : " Segala sesuatu yang halal dan haram telah jelas, tetapi diantara keduanya terdapat hal-hal-hal yang samar dan tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barang siapa berhati-hati terhadap hal-hal yang meragukan, berarti telah menjaga agama dan kehormatan dirinya... " (HR : Bukhari-Muslim).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar